Sabtu, 02 Juli 2011

SINDIRAN UNTUK KAWAN LAMAKU

Bangkalan, 30 Juni 2011

Aku menganggap kamu sebagai sahabat kedua. Aku menempatkanmu setelah sahabat tersayangku Nurul Endang Widyawati. Aku begitu berharap kamu sperti dia padaku. Diawal mungkin memang terasa begitu. Itu mungkin karena kita masih sering bersama, satu visi-misi, satu organisasi. Hubungan kita terasa indah, meskipun terkadang ada seseorang yang berusaha menodai hubungan baik kita. Tapi itu cepat berlalu karna kita masih sering berkomunikasi dan mengklarifikasikannya. Lalu membaiklah hubungan pertemanan kita. Orang tuaku pun menyukaimu bahkan menganggap anak sendiri. Akupun juga begitu. Terlalu berharap kamu selalu ada untukku seperti sahabat lamaku yang tetap setia. Aku menganggap kamu seseorang yang baik, tulus, pantang menyerah, semangat hidup yang tinggi. Kamu orang hebat.

Namun seiring waktu berjalan, kita jarang bersama. Aku dengan kesibukanku. Kamu dengan kesibukanmu. Ya, tidak ada yang salah. Memang harus begitu, aku tahu. Yang hanya aku herankan, kamu sangat berbeda dengan anggapan awalku tentangmu. Ketika aku mendengar tentang kamu yang menuduhku seperti itu. “Ikut suatu acara *xxxxx* hanya untuk uang, dan dekat dengan kalian hanya karna aku butuh aja”. Kamu salah. Aku tak mengira kamu menilai berbeda tentang diriku. Pikiranmu sepicik itu. Apakah kamu sungguh terlalu benci denganku hingga kata tak mengenakkan seperti itu keluar dari mulutmu. Aku terpukul dalam. Seseorang yang kusayangi, ku taruh seribu harapan agar menjadi orang yang ku percaya berubah menjadi sesosok hitam bagiku. Aku tak mengerti setan apa yang sedang mempengaruhi kamu disaat itu.

Karna tipeku yang tak bisa menutupi kebencianku terhadap orang. Aku bersikap super cuek dengan kamu. Lalu kamupun seperti kebakaran kumis. Kamu berusaha apapun agar aku memaafkan kamu. Ya, aku sudah mengikhlaskan rasa sakitku dan ingin berusaha kembali menyukaimu sebagai seseorang yang baik dan penting bagiku, oh sahabat. Tapi, selama waktu yang terus berjalan. Ketika ku lihat sinar matamu. Tetap saja kamu berbeda tentangku. Kamu belum sepenuhnya begitu. Kamu masih menyimpan api. Aku tahu. Aku bisa baca sinar matamu padaku. Ada hal yang ingin tersampaikan untukku tapi tak kuasa terucap. Aku ingin kembali seperti dulu kawan. Kamu yang seperti dulu. Tulus, tetap sederhana dan slalu tersenyum. Ada senyum dan waktu untukku. Aku berharap kamu tetap seperti itu, sahabat. Ku tak suka mimik wajah dan sinar mata yang hitam padaku darimu. Tolong berubahlah dan kembali menjadi dirimu seperti kita berjumpa dulu.
*tulisan ini tidak bermaksud mencemarkan nama baik seseorang, namun hanya sindiran untuk hubungan baikku dengan dia, agar dia berubah jika “memang” merasa bersalah denganku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar